ISTANA YANG KUSIAPKAN UNTUKMU

Aku sakit Renn, ketika melihatmu berlinangan air mata, menangisi semua kebenaran yang baru kali ini kau dengar. Sakit rasanya, saat harus melihatmu menamparku, suamimu yang sungguh mencintaimu Renn. Sakit sekali Renn, ketika melihatmu membenahi seluruh pakaianmu dan bergegas pergi dari sisiku. Mungkin memang kamu harus segera tahu semua ini Renn, tapi harusnya kamu juga tahu, bahwa tidak semua yang dikatakan ibuku tentang aku dan kamu benar. Semua ceritanya serba dibumbui agar kau lebih Perih saat menikmati kata-kata beliau Renn. Agar beliau lebih puas membalaskan dendamnya Renn. Aku memang anak kandung dari ayahmu dengan ibuku Renn, wanita simpanannya. Bertahun-tahun ibuku membesarkan aku sendiri, karena ayahmu menolak kehadiranku saat aku masih dikandungan Ibu. Saat itu, pastilah Ayah belum tahu, bahwa aku adalah anak laki-laki yang selama ini ayah rindukan dari ibumu. Ayah sangat takut meninggalkan ibumu Renn, padahal jelas-jelas ayah tahu ibumu telah berselingkuh dengan sopir pribadinya yang kesemua anaknya adalah laki-laki. Sangat konyol kan alasan ayah dan ibumu berselingkuh? Mereka mempunyai misi yang sama, mendapatkan anak laki-laki sepertiku, dan sayangnya keberuntungan tak memihak pada ibumu Renn. Ia tetap melihirkan bayi ke tujuhnya dengan jenis kelamin perempuan, dan itu kamu. Kamu mau tahu alasannya, mengapa aku tak pernah menceritakan ini padamu sebelum ibuku menceritakan padamu? Jawabnya adalah karena aku mencintaimu, takut kehilanganmu, tak ingin kau salah paham seperti saat ini kau menilaiku. Kau sangat percaya ucapan ibuku, bahwa aku menikahimu karena kaulah satu-satunya anak perempuan dikeluargamu yang tak sedarah denganku. Bukan karena wasiat dari ayah, bahwa aku, anak buah kesayangannya berhak atas separuh kekayaannya asal aku menikahi salah satu putrinya. Bukan Renn, bukan seperti itu.Cinta kita bukan untuk pembalasan Renn. Aku benar-benar jatuh hati padamu ketika pertama melihatmu. Aku sangat tertarik melihat sikapmu yang tegar dan kuat menghadapi segala siksaan dan kebencian ibumu sendiri. Aku sangat bersimpati denganmu, karena kita senasib Renn, kamu dan aku sama-sama anak yang tak pernah diharapkan bukan? 
Inginku Renn, kamu segera pulang. Kita berdamai dengan suasana dan meninggalkan masa lalu kita yang payah. Melupakan segala ucapan ibuku yang berbual dan penuh fitnah. Aku ingin segera membelai buah cinta kita yang ada di rahimmu saat ini Renn, kelak membesarkannya dengan penuh kasih. Agar tidak terulang masa kecil kita yang pahit kepadanya kelak. Jangan sampai ia merasakan apa yang pernah kita rasakan dulu Renn. 
Kembalilah! Ku kan bangun isatana yang penuh kebahagiaan untuk kita Renn. 
Aku mencintaimu.Gambar

LELAHMU AKAN TERGANTIKAN BU!

Aku tahu hari ini  pasti akan datang, hari dimana aku akan melihat Ibu tercintaku terbaring kaku dengan senyum kedamaian dihadapanku. Aku terus memandangi wajah itu, karena aku tahu inilah saat terakhirku melihat senyum itu hadir nyata di hadapanku, setelah ini, tak tahu kapan lagi. Senyum itulah yang dulu selalu menyamangatiku, senyum itulah yang dulu selalu dihadiahkan untukku ketika Ibu melihat tingkahku yang lugu, tingkahku yang menyenangkan ataupun tingkahku yang melelakan.

woalah Ran, kalo besok gag jadi wong sugih, rugi kamu!”. Aku masih ingat benar kalimat yang ibu ucapkan saat aku masih kecil dulu, ketika melihatku merengek meminta gendong ataupun diam-diam aku mengikuti ibu ke sawah lalu diam-diam pula aku naik keatas punggungnya. Entah mengapa, saat itu aku suka sekali menjahili ibu, membuat ibuku jengkel padaku, lalu dengan nada kesal ibu mengucapkan kalimat itu. Aku tersenyum kecil mengingat kejadian-kejadian masa kecilku bersama beliau. “Bu, Ibu belum berkata itu lagi padaku, lihatlah aku bu, aku sudah menjadi seperti yang ibu harapkan dulu, Bu beri kesempatan lagi padaku untuk melihatmu bangga bu!, aku tak akan nakal seperti dulu..!” Air mataku kembali menetes, menyesali waktu yang tak pernah kembali untukku. Hampir setahun setelah menikah, aku tak pernah menjenguk ibu, bahkan ketika Mas Bismo mengabari tentang keadaan ibu yang sedang sakit, akupun tak menyempatkan untuk pulang. “Maafkan aku bu!” . Aku memandang wajah itu lagi,memandang tubuh yang kini diam membisu, tubuh yang pernah berjuang keras untuk kehidupanku, tubuh yang pernah memelukku, member kehangatan kasih sayang padaku. Kelopak mata itupun seakan terkunci,tak ingin membuka dan seakan tak ingin melihatku lagi. Padahal aku tahu, dari mata itu diam-diam tanpa sepengetahuanku, pastilah sering meneteskan air mata  beriringan dengan doa yang keluar dari bibirnya.

 “Lho, sudah segede ini kog masih minta bobo ditemeni toh Ran,manja nya…!” Ucap ibusambil tersenyum mengusap-usap kepalaku. Waktu itu aku merasa sangat rindu pada ibu, setelah hampir Dua tahun menjalani pendidikan untuk jadi Profesional Pilot di negri lain, sehingga aku merasa seperti anak kecil yang rindu dan ingin tidur memeluk ibunya.

“Ya gag papa, aku kan ragil bu, jadi patutlah kalau manja, mumpung belum beristri juga!” Jawabku sambil mendesak-desakan tubuhku ke arah tidur Ibu.

Kini semua tinggal kenangan. Semangat , senyum ,kerja keras  dan doa ibu akan selalu mengalir di jiwa ku. Kini saatnya aku mengantarkanmu di peristirahatanmu Bu, tidurlah dengan damai dan berbahagialah selalu disana. Sampai kapanpun, Aku tak akan mampu membalas semua yang kau berikan padaku.

Lelaplah Bu, lelaplah!

Lelahmu akan tergantikan, ratusan Malaikat disana akan berebut untuk menggendongmu, menimangmu dan membahagiakanmu seperi yang kau lakukan pada anak-anakmu.

Ibu, Aku bangga padamu.

 

Cepu, 19 Desember 2012mom & son

Seminggu Untuk Selamanya

Bismillah..

Namanya Jasmin, beliau adalah adik dari mantan istrinya Pakdhe ku. Bukankah sebenarnya sudah tidak ada hubungan apa-apa?. Iya, memang demikian adanya. Perceraian antara Budhe dan Pakdhe ku membuat kedua keluarga saling tidak bertegur sapa lagi. Namun, berbeda dengan Jasmin, dia tetap mau menyapa ibuku,tetap berhubungan baik dengan siapapun disekitarnya, tentu atas ijin suaminya.

Singkat cerita,

Suatu hari,suami Jasmin pulang dari Bali. Ia merasa senang akhirnya suaminya berhenti dari pekerjaanya di Bali, dan mau bertani saja di desa. Selama ini ia tinggal berdua saja dengan mertuanya. Suaminya hanya mengunjungi mereka satu bulan sekali. Sebenarnya, sudah berkali-kali dari pihak keluarga Jasmin, menginginkan ia untuk pulang kerumah saja” toh lebih nyaman tinggal di rumah sendiri, nanti kalo suamimu pulang barulah kembali kerumah itu” begitu pinta ibunya ketika itu. Ya, ibu Jasmin tidak terlalu menyukai menantunya, dulu sebenarnya ia kurang setuju, Jasmin memilih lelaki itu, selain miskin lelaki yang akan dinikahi anaknya itu terlihat sangat khusyuk menjalankan ibadah. Yang ditakutkan Ibunya, Jasmin terpengaruh menjadi seperti suaminya terlalu “Nggethu*” mendalami islam, sehingga ia lupa kan keluarga yang telah membesarkannya.

 “ Mengapa saya harus menyesal hidup dengannya?,mengapa saya harus meninggalkannya? Bukankah saya sendiri yang telah memilihnya, dan berjanji untuk setia menaati dia sebagai suami saya” Itulah kata yang di lontarkannya ketika ada tetangga yang menanyainya, “Apa kamu gag menyesal nduk, udah miskin, ditinggal-tinggal terus lagi?”

Itulah sebabnya, ada rasa bahagia ketika mendapati suaminya pulang, dan berkata akan  bertan me”nggarap” sawah Almarhum ayahnya.

Berbulan-bulan berlalu ia lewati dengan suka cita dengan suaminya, sampai suatu hari suaminya jatuh sakit. Setelah tak kunjung membaik, ia membawa suaminya pergi ke dokter, dan alangkah terkejutnya ia ketika mendengar bahwa suaminya terkena “Liver”, sudah sangat parah. Dikter menjelaskan dengan bahasa yang dapat Jasmin mengerti,istilah Liver sangat mengerikan di telinganya. Hati suamiinya sudah tidak berfungsi dengan baik.

Jasmin mulai kelihatan murung.“Buk, gag usah sedih! Hidup dan mati itu di tangan Allah. Kita kan sudah berihtiar mencari obatnya. Allah maha menyembuhkan buk! Janji ya, gag usah sedih lagi” Suaminya menenangkan hatinya.

Jasmin tersenyum pada suaminya lalu pergi untuk sholat Dhuha. Ia menangis sendiri di kamar, tanpa di lihat suaminya.Ingatannya kembali pada masa-masa SMP dulu, ketika suaminya dengan baik hati mau memboncengkan Jasmin dengan sepeda bututnya, mengantarkan ia sampai rumah.Lalu ketika melihat perjuangan suaminya untuk mendapatkan restu dari keluarga Jasmin, Ia merasa beruntung mendapatkan suami yang bisa mengajarinya tentang hal-hal agama, yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Ia menginngat betapa bahagianya ia ketika pertama kali ia bisa memasak untuk suaminya itu. Betapa bahagianya ia dengan kebersamaan itu. “Ya Allah, saya mencintai suami saya. Berikan waktu yang cukup untuk mengolah obat rindu hamba di suatu kelak”. Ia ingat lagi kata-kata dokter, cepat atau lambat suaminya kan meninggalkannya. Selamanya!. Ia menangis lagi, dan menangis lagi, tanpa suaminya tau.

Hari-hari berlalu,Ia semakin terlihat sayang pada suaminya. “Bukankah waktu bersamamu sangat berharga?”. Ia mengatakan itu ketika suaminya menegurnya tidak berangkat pengajian. “Aku bukan segalanya buk, berangkatlah!”. Jasmin berangkat dengan hati yang gelisah, meninggalkan suaminya sendiri di rumah bersama ibunya yang sudah renta.

Ketika ia pulang,Ia mendapati suaminya pinsan di depan pintu kamarnya. Ia berteriak dan meminta tolong pada tetangganya. Ia sangat lega melihat denyut nadi suaminya masih ada.Ia meminta bantuan tetangganya untuk mencarikan kendaraan,dan membawa suaminya ke rumah sakit. Ia tampak tegang dan tak henti-hentinya meneteskan air mata. Sesampainya di Rumahsakit, Ia memeluk suaminya erat dan menangis sekencang-kencangnya ketika melihat suaminya tersadar. “Jangan tinggalkan aku mass…!” Teriaknya sambil menangis. “ZZuuttt, sudah-sudah gag papa, aku masih di sini buk. Gag pap, jangan menangis seperti ini lagi ya, aku sangat sedih melihatnya, sangat sakit jika aku melihat kamu menangis.”. Jasmin masih menangis,ia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. “Buk, aku..aku titip Mak ya kalo aku ngga ada,menikahlah lagi, jika itu membuatmu lebih baik, tapi bawalah makku ikut serta ya,Insya Allah beliau tidak akan menyusahkanmu. Beliau orang yang baik, mau menerima apa saja”.  Jasmin memandangi suaminya, Ia menganggukan kepala dan berlinang lagi air matanya. Tak sedikitpun ia beralih dari tempat duduknya yang berada di sebelah suaminya.

Malam semakin larut, Jasmin tidak tidur sama sekali. Ia ingin melihat wajah suaminya yang tertidur lelap. Pagi harinya, ketika bangun, Sang Suami melihat istrinya masih di sebelahnya. Dengan mata sayu, sambil mengelus-elus rambutnya,ia tahu bahwa semalaman istrinya tidak tidur. “Buk, ayo Sholat Subuh!” Suaminya mencoba bangun dari tidurnya, namun ia merasa tidak punya tenaga lagi untuk bangun. “Buk, aku mau sholat disini saja. Melihat suaminya tidak bisa bangun,Ia tidak pergi ke Mushola, ia sholat di kamar sambil menunggui suaminya. Selesai Sholat, ia membuatkan the untuk suaminya, dan menyuapinya dengan penuh sayang. “Buk..nanti kalo aku gag ada…” Jasmin menghentikan gerakannya, dan memandang mata suaminya. “jangan bilang gitu, kamu akan baik-baik saja kan mas?”. “Buk,dengarkan aku, janji sama aku, kalo aku nggak ada, aku gag mau kamu menangis.Kamu akan memberatkan langkahku menemui Allah buk!”. “Aku akan baik-baik saja di sana, Allah akan menjagaku.Tersenyumlah buk!”. Jasmin tersenyum kecil, dan mengusap kepala suaminya dengan lembut. Keluarga Jasmin sangat sedih melihat keadaan anak bungsunya, yang terlihat kurus dan layu. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Jasmin terlalu keras kepala, Ia tidak mau meninggalkan suaminya tanpa suaminya memintanya.

 

“Buk, sudah makan?” Suaminya bertanya pada Jasmin, ketika ia baru bangun dari tidurnya di siang hari. Jasmin masi saja mengipasinya dengan kipas bambu,dan menyejukan tubuhnya. “Belum!”.Jawab Jasmin. “Buk, mulai sekarang, tanpa ku minta, tanpa aku menemanimu, kamu harus makan,kalau sudah waktunya makan!” Jasmin menganggukan kepala, tanpa ada suara papun yang di keluarkannya. “Buk, ambilkan aku makan!”. Jasmin mendudukan suaminya, lalu mencoba menyuapinya. Suaminya tidak mau makan, dan mengambil alih piring sendoknya sendiri. Ia menyendokan makannanya, dan mengarahkannya ke mulut Jasmin. Jasmin menerimas suapan itu dan kembali air matanya berlinang. Ia tau,ini  tak kan terulang lagi. “Buk,kamu jangan berfikiran ini tak kan terulang lagi, Jadilah kamu wanita yang Salih, agar kamu tetap menjadi istriku di surga kelak!”. Jasmin ttersenyum, dan menganggukan kepalanya.

“Buk tidurlah, aku mau tidur bersama denganmu.Ku lihat akhir-akhir ini, kamu tidak tidur jika aku tidur!”

“Aku ingin menjagamu!”. “Menjaga dari apa? Allah kan ada di mana saja, Ia yang akan selalu menjaga kita.” Jasmin mengambil bantal, dan mencoba berbaring di sebelah suaminya. Tiba-tiba tangan suaminya menggenggamnya, dan berkata padanya “Tidurlah!”

Jasmin terbangun ketika mendengar Adzan subuh, Ia merasakan genggaman suaminya yang terasa dingin. Ia segera terbangun, dan memandang wajah suaminya yang terlihat tersenyum. Air matanya mengalir lagi, namun cepat-cepat ia usap. “Inalillahi wa Ina…..” Ia tidak melanjutkan kata-katanya di dalam hati. Ia mengambil nafas dalam-dalam, dan mencoba mengiklaskan krpergian suaminya. Ia ingat suaminya, tidak ingin melihatnya menangis lagi. “Mas, kamu gitu…Gag mau berpamitan sama aku,diam-diam ninggalin aku,humh.. aku gag suka itu!” Ucap Yasmin dengan nada menggoda pada suaminya. Ia tersenyum lagi.  Denga sekuat tenaga ia melangkahkan kakinya, dan memanggil suster.

 

Ketika mobil Ambulance membawa jenazah suaminya pulang ke rumah,Ia tidak mau duduk di depan,ia duduk di belakang,menunggui jenazah suaminya. Di buka wjah suaminya, di pandangi senyum itu. Sepanjang perjalanan, ia banyak bercerita pada suaminya itu, seolah ia tahu suaminya masih mendengarnya. “Mas kamu tau, aku juga pengin terlihat manis seperti itu kalo aku berpulang nanti!,eh iya lihat tanah kosong itu mas, aku jadi ingat,dulu kita pernah bermimpi untuk bisa beli tanah di pinggir jalan kan? Lalu buka toko atau warung makan? Ingat ngga…? .

“O iya mas, kamu tahu .. kambing kita melahirkan dua ekor anak mas,kata mak, jantan semua anaknya. Wah..lumayan ya, besok besar taun depan mau tak korbankan satu ya?” Jasmin tersenyum lagi memandang wajah suaminya. “Mas, besok kalo aku kangen sama kamu, tolong dating di mimpiku ya mas…,em setiap hari deh kalo bisa..”. “bisa kan mas?” kali ini ia terlihat menahan air matanya. Ia ingat suaminya pernah bilang, kalau ia hendak menangis, “Bernyanyilah,lagu yang gembira..maka kamu akan bahagia lagi” . “Mas..aku mau nyanyi ya, mas boleh tutup telinga deh kalo gag mau dengar!”

Hatinya mulai sedikit tenang lagi ketika ia menyanyikan lagu-lagu anak-anak. “Hei mas.. aku teringat, bukankah kita pernah bercita-cita punya empat anak?” Jasmin tertawa kecil. “Kamu sich,pergi duluan…mana jadi anaknya kalo gini, besok ya..kalo aku sudah di sana,,kita sama-sama minta ke Allah, minta empat ya mas!, dua perempuan, dua laki-laki. Yang pertama kita kasih nama Wahid,yang kedua kita kasih nama Itsna…Yang pertama jago sepak bola, yang kedua jago nyanyi. Em…kalo yang ketiga siapa ya mas?” jasmine tampak mengingat sejenak, lalu tersenyum lagi. “Tsalsa bukan?Iya ya,,Tsalsa, berasal dari kata Salasatun kan?”. “ Nah yang ke empat cowok lagi, namanya Arba kan?” “Ye…. Aku masih bisa ingat semuanya kan? Iyalah..ingatanku lebih bagus dari pada mas..!”Jasmin bertepuk kecil, menyombongkan dirinya pada suaminya yang sudah tak lagi bernyawa. “MAS, SATU LAGI..aku hitung kita sudah seminggu di Rumah sakit, hem…seminggu bersamamu, untuk selamanya ya? “.“Kita udah sampai mas!”

Para tetangga terlihat aneh melihat Jasmin yang turun dari ambilan dengan menampakan wajah yang sama sekali tidak sedih, bahkan ia tersenyum menyalami keluarga serta tetangganya. Ia menghampiri mak mertuanya yang sedang menangis. “Mak, mas sudah pesan ke saya, mak gag boleh nangis, orang mas baik-baik saja, Mak harusnya bangga, mas bisa cepat masuk surga!”

Ibu Jasmin menangis meraung-raung menangisi nasib anaknya yang ditinggal suaminya dalam usia yang masih muda. Jasmin memeluk ibunya dan menepuk-nepuk punggung ibunya. “Sudah..sudah,, gag usah sedih bu, jangan menangis gitu…!”

Orang-orang di sekitarnya yang melayat, memperhatikan tingkah Jasmin. Bukan Jasmin yang di tenangkan oleh para saudaranya, malah ia yang menenangkan saudara-saudaranya untuk tidak menangis.

Seminggu setelah suaminya di makamkan, keluarganya dating ke rumahnya. “Nduk, ayo pulang, buat apa kamu di sini?”. “Bu..saya tidak ingin pulang, saya masih betah disini sama mak..!”

Setelah Empat puluh hari, Ibu dan keluarganya dating lagi ke rumahnya. “Nduk,,ibu kawatir, kamu baik-baik saja kan?ayo pulang, di rumah nanti, kamu pasti akan bisa lupa dengan suamimu, dan hidup lebih bahagia lagi…!”. “Ya Allah bu…mana mungkin saya melupakan suami saya, dia suami saya bu. Hidup ataupun mati, dia tetap suami saya. Mengapa saya harus melupakannya?”

“Woalah nduk, apa kamu akan begini terus?”. “Bu, ibu lihat kan, saya baik-baik saja. Saya sehat, bisa bekerja, masi bisa nggarap sawah.Kami masi bisa makan bu..,,saya akan tetap di sini sampai mak meminta saya untuk pergi.Bu,ini amanah suami saya!” Jawab yasmin pada ibunya.

*#*#*#*#

Saudaraku, dari cerita ini bisa kupetik, “Manfaatkanlah waktu sebaik mungkin, jangan biarkan kebersamaan anda bersama pasangan anda banyak terhambat oleh pekerjaan atau apapun yang menjauhkan.Bayangkan kalau Tuhan mengambilnya…”

Jadilah istri salihah untuk suami yang salih…, Agar kelak bisa selalu bersama-sama. Apalah arti kata cinta sejati, jika hanya bisa bersama di alam bumi? Bukankah cinta sejati,yang sebenarnya adalah milik Allah, jadi.. sayangilah, cintailah pasangan anda karena Allah.

Gambar

MASJID KENANGAN

KENANGAN DI mASJID

Lantunan ayat suci yang dibacakan anak-anak itu terdengar sangat menyejukkan kalbuku. Tadarus bersama, ya.. kebiasaan masyrakat muda  di kampoung halamanku ini setelah selesai Shalat Tarwih dan witir,. Dari masa ke masa terus berlangsung seperti ini. “ah aku dulu juga seperti mereka!” Ucapku perlahan. Ibu-ibu yang lalu lalang di depanku masih saja mengenaliku dan menyapaku. “Nduk kapan nyampenya?”, “Lho, Entin…Pangkling aku!”, Aku hanya menjawab ringan dan selalu tersenyum menjawab sapaan-sapaan mereka. Mereka masih saja memanggil dengan panggilan kecilku.Mungkin tadi saat aku memasuki  tempat ini mereka tidak begitu memperhatikanku,siapa aku yang berada di antara mereka,Apalagi aku mengambil Shaf  di bagian belakang ,ah biarlah yang jelas mereka masih ramah seperti dulu. Aku mendekap Al-Quran yang tadi ku ku ambil dari Rak buku di sudut utama Masjid, aku membacanya perlahan,berhati-hati sambil mengingat setiap arti ayat yang aku baca pada kitab Suciku ini. “Sodakawllah hul Azim..” Aku mngakihari Tadarusku di hari pertamaku di Masjid ini,Yach paling tidak  sekitar  lima tahun aku tidak Tadarus di Masjid ini. Aku menutup Al-Quran yang tadi ku baca,namun aku belum beralih,aku masih terdiam di tempatku. Aku mengamati seluruh ruangan masjid ini. Dari sudut kiri sampai ke sudut paling terdepan,dindingnya sekarang sudah dilapisi keramik, tidak tembok, hem…sudah banyak sekali yang di renov dan berubah di Masjid kenanganku ini,sekarang jauh lebih terlihat luas daripada dulu.

Aku menatap Seorang pria yang tadarus di Saf depan, persis berhadapan denganku, aku merasakan angin dari luar membelai wajahku dengan lembut , tiba-tiba hatiku berdegub kencang,dan entah mengapa aku seperti melihat masa-masa ku dulu disini. Aku duduk di sini,dan dia duduk di sana,kami saling berhadapan, namun terbentang jarak yang cukup jauh,untuk memisahkan shaf laki-laki dan perempuan, tak pernah terfikirkan olehku sebelumnya bisa setiap hari selama bulan Ramadhan di waktu itu,aku selalu tadarus bersamaan dengannya. Diam-diam kami sering saling tatap ketika selesai tadarus, atau sebelum tadarus .Aku ditempatku dan dia di tempatnya. Sebuah senyuman kecil memperlancar perkenalan kami,ketika kami sama-sama mengembalikan Al-Quran di rak buku di sudut utama masjid. Saat itu ,tempatnya juga masih sama dengan sekarang. “Margaretha…” Dia menyebut namaku pelan. Aku langsung menghadap kearah wajahnya,dan secepat kilat menundukkan wajahku sembari tersenyum. Aku bingung dari mana ia tahu nama itu, padahal disini semua orang memanggilku “Entin,” Bukan seperti sebutannnya tadi. “Darimana dia mengetahui nama Margaretha, bukankah hanya keluargaku saja yang tahu nama Baptisku itu?” . “Apakah dia tahu kalo aku adalah Mualaf?”  Aku segera lari untuk pulang, tak berani menatapnya lagi. Entah apa yang kurasakan saat itu,Aku masih ingat benar perasaan hati ini ketika itu, Ingin tertawa,malu,ingin terulang,ingin bersenandung  lagu cinta,ah sungguh luar biasa.

Nama lengkapnya cukup singkat, “HARDIAN”, namun kami sering memanggilnya dengan sebutan Kak Dian. Setiap Dzuhur,sebelum aku mengajar ngaji adik-adik kecil, aku selalu belajar ngaji dengannya dulu. Pantas saja, banyak gadis di sini yang nge-Fans sama dia,aku sendiri pun merasakannya. Manis,Agamis, baik,dewasa,pintar dan sopan, em.. satu lagi suara Adzan yang dilantunkannya sangat merdu, aku sampai hafal suara kak Dian, beda dengan suara yang lain. Tak pernah ada hari tanpanya di setiap keberadaanku di Masjid ini, Di saat teman-teman sebayaku,anggota remaja masjid yang lain,tidak terlalu meng-akrabiku, ada Kak Dian yang dengan baik mau mengajarkan tentang agama padaku. Tak ayal, pengetahuanku tentang Islam semakin bertambah, kecintaanku pada Masjid ini pun menjadi lebih dari sekedar tempat beribadah.

             Di suatu senja merah, di bulan Juli yang kering. Angin bertiup sembarangan tanpa lelah. Tak ada awan hitam diatas sana, hanya bintang kejora yang mulai  berkelip sebagai tanda akan kekuasaanNYA. Ku lihat seberkas sinar keemasan sang surya masih tertinggal  di ujung pengakhiran arah barat ,ah aku bosan..! Aku mengamatinya dengan tenang di beranda rumahku,sambil menunggu saat Magrib usai, Aku sedang tidak boleh Shalat dan k e Masjid, “Ah wanita, harus ada halangan ya,untuk beribadah” Tegurku dalam hati.

“Assalamualakum Martha!” Sapa Suara Pria itu mengejutkanku.Tak salah tebak, siapa lagi disini yang masih menyebutku dengan panggilan itu, hanya Kak Dian ”Wa..walaikum salam kak, a…ada apa?” Aku menjawab dengan nada yang agak kacau, maklumlah aku sangat deg-degan dengan kedatangannya yang tiba-tiba kerumahku. Aku mempersilakannya masuk,dan memanggilkan Ayahku, karena kata kak Dian,maksud kedatangannya adalah ada urusan dengan Ayahku. Saat itu, aku semakin tak karuan ingin tau apa yang akan dibicarakannya dengan ayahku. Ah,mungkinkah dia membicarakanku? Apa aku terlalu GR ya?, Ibuku mengetuk kamarku,dan memintaku membuat minuman. “Ibu udah tau lho tentang gosipmu dengannya” Goda ibuku. Hem.. bagus..!! Ternyata Gosip tenytang kedekatanku dengannya sudah sampai pada Ibuku, siapa sich yang bikin gossip? Perasaan, bukan hal special kan, kalo setiap selesai tadarusan Ramadhan lalu, Kak Dian mengantarkan aku sampai gang depan rumah?,Bukan hal yang special kan kalau dia memintaku untuk menemaninya mengajar ngaji adik-adik kecil, Bukan hal special kan kalau kami punya jadwal mengambil takjil bersamaan?, “Ah, ataukah semua ini ada yang mengatur?, spesialkah ini?” Tanyaku dalam hati.

“Intinya pak, saya tidak ingin ada berita buruk yang menyangkut nama  saya dan Dik Martha, saya ingin serius dengan Dik Martha pak, bukan sebagai pacar atau hubungan-hubungan anak muda yang biasa. Saya mohon ijin untuk ber-Taaruf dengan anak Bapak, itupun kalo bapak mengijinkan, InsyaAllah saya dapat dipercaya!”

Kalimat itu samar-samar aku dengar dari balik dinding kamarku, Keringat dingin mulai mengalir dari tubuhku, ada rasa haru, takut dan ….,ah entah lah apa nama perasaan ini.

“Gimana Tien? Semua terserah kalian lho!” Tanya Ayahku padaku. “ Dian ini, ternyata masih sodara jauh sama kita,Ayah sudah kenal keluarganya kog.” Imbuh ayah lagi. Aku menganggukkan kepala dan sedikit tersenyum.

“Kak, Martha masih Semester awal, kakak mau nungguin sampai kapan?” tanyaku pada kak Dian, ketika ia mengantarkanku pulang dari pengajian.

“Sampai kamu lulus, dan siap untuk lebih serius!”

“Kak, kenapa kakak memanggilku Martha? Dari mana kakak tau nama itu?”
“Aku sudah mencari tau tentangmu, sebelum aku berani mengenalmu. Margaretha Christine Anastasia, bukankah itu nama yang cantik?”

“Aku malu kak dengan nama itu, keliatan banget kalo aku Muslim Kemarin sore!”

“Lha kog gitu. Aku bangga dengan kamu de..,Meskipun kamu bilang Muslim kelmarin sore, namun sikap dan ilmumu tentang Islam, melebihi mereka yang sudah di Islamkan sejak awal. Jangan pernah tinggalkan sejarah de…Jadikan pengalaman!”

“Em.. tapi namaku gag ada di Al-Quran ya kak?”

“Coba kamu cari namaku di Al-quran, Surat apa yang ada nama Hardian?”. “Kayanya cuman Surat Cintamu deh?”

Aku kembali tersenyum-senyum kecil mengingat hal tentangnya. “Ah adakah dia di sini, Apa dia melihat masalalu juga seperti saat ini yang kulihat?”. Aku masih melamun, Namun dengan penuh sadar aku Mencium Kitab suciku ini, tanpa terasa ada setetes air mata yang jatuh di sana, aku mengusapnya, dan mencoba tersenyum lagi. Aku tak ingin orang-orang disekitarku saat ini, mengetahui apa yang sedang ku inginkan, dan kupikirkan. Sambil mencoba berdiri, aku menuju tempatku mengambil Al-Quran ini tadi. Aku meletakkannya dengan penuh hati-hati. Dan ada sesuatu yang kutemukan di Rak itu, “Kitab ini masih ada!” Fikirku lagi, sambil mengelus sebuah Kitab berjudul SURGA-NERAKA  yang terkesan tak pernah disentuh, mungkin mereka lebih suka membuka Kitab yang lebih baru, dari pada kitab lama ku ini. masih dengan balutan mukena Putih, aku menuju ke markas Pengurus masjid, yang terletak di belakang Tempat Wudlu. “Assalamualakium” Aku menyapa mereka yang ada di ruang itu. Tanpa berkata apa-apa lagi, aku ikut duduk di ruang itu, duduk di sudut kiri, dan memperhatikan seluruh sisi ruangan ini.

“Kak aku bosan dengan kuliahku, aku merasa gag cocok nich di Accounting!”

“Ya udah, ambil kuliah lagi aja. Em.. kamu pandai bercerita, gimana kalo ambil Ilmu Sejarah aja?”

Aku terdiam sebentar, memikirkan kalimatnya itu. Sepertinya memang seru ambil sejarah, tapi kan ini udah separo jalan.Masa iya aku tinggalin. Sayang donk.

“Hei, kebiasaan melamun kamu…!, gag suka ya jadi guru? Iya sich De’ jadi PNS tu gag seru, tapi kalo di jalankan sesuai amanah, InsyaAllah tetap barokah.Aku nikmatin kog pekerjaanku ini!”

“Cocok kali ya kak, kakak Ngajar TIK,yang future oriented, sedangkan aku Ngajar Sejarah yang menginggatkan tentang masa lalu”

“iya kalo gag ada masa lalu kan gag ada masa depan”

Akhirnya dari hasil diskusi itu, seperti saat inilah, aku dapat gelar SE dan bisa tuntas juga di Ilmu Sejarah yang aku ambil karena sarannya, dan sekali lagi, karna nya lah, sekarang aku menyandang status sebagai guru sejarah. Seperti yang di harapkannya, bukan guru sejarah yang membosankan seperti di sekolahnya dulu, namun guru sejarah yang menyenangkan dan selalu ditunggu-tunggu kehadirannya. “ Trimakasih kak, atas motivasinya saat itu” Aku tersenyum kecil mengenangnya di tempat ini.  Mereka yang tadi berada di Markas ini, satu persatu meninggalkan aku, seakan tau kalo aku ingin mengenang sesuatu sendirian di tempat ini.

“Martha, kenapa sendirian di tempat ini, ayo pulang udah malam!” Kak Dian menyapa aku yang sedang asyik membaca buku “SURGA-NERAKA”

“eh,kak jangan disini, sana…ntar di lihat orang gag enak!”

“ Mereka kan gag tau hubungan kita, biarin aja mereka nggosipin kita! Cuek is the best dek”

“Kak, ngomong-ngomong,kakak kog gag pernah berkata-kata rayuan ke aku, aku mau di rayu kaya temen-temenku kak!”

“Astagfirullah de’,, aku gag bisa,aku kan bukan pujangga. Maaf ya dek, gag seperti yang kamu inginkan!”

AKu hanya diam, sesungguhnya aku menyesal melontarkan kalimat permintaan itu.

“ Ngambeg ya? Ntar deh aku cari di internet kata-kata yang bagus, em.. tapi satu hal yang pasti de’ Bisa memilikimu kelak, adalah kebahagiaan dunia akhirat buatku, kamu lebih indah di banding perhiasan dunia semesta ini!”

“Kak, Tahun depan aku wisuda yang kedua,kakak harus hadir ya, kan kakak yang biayain,yang nyemangatin aku buat jadi sejarawan!hehehhehehe….”

**

Udara yang kuhirup semakin dingin, mungkinkah dia disini menemaniku untuk melamunkannya..? Angin, bolehkan aku ikut meniupkan rindu ini untuknya lagi, sungguh hanya sebagai sahabat saja, tidak kan lebih! Aku tau diri, tak mungkin aku menyimpannya didalam sini, berdosalah aku jika berzina hati tetap memujanya sebagai tambatan sanubari. Biarlah lembaran-lembaran kisah itu kuhabiskan sekarang,disini di Masid kenangan.

Dia menungguku di pintu gerbang Masjid, ada rasa bersalah dan sesak menggeluti dadaku. “Kak, kakak Marah, Kakak cemburu?” Tanyaku dengan nada terbata dan pelan. Aku tau dia kecewa mengetahui kedekatanku dengan seorang cowok di kampusku, terlebih setelah tadi siang dia memergoki ku diantar pulang oleh si cowok. Aku memang mulai bermain hati saat itu, mungkin karena jenuh dengan apa yang telah kumiliki.

“aku tidak marah, aku tidak berhak memarahimu, karena kita tak ada ikatan apa-apa..Tapi, kalo cemburu, aku akui,memang ada, dan benar adanya!”

“Kak, maaf..a..aku!” aku terbata menanggapi perkataannya.

Bagaimana perasaanmu dengan dia?”. Ini dia gaya cerdas kak Dian dalam mengintrogasiku. Kalo laki-laki lain, pasti akan menanyakan ada hubungan apa, siapa dia, ato pertanyaan-pertanyaan yang masih bisa di jawab dengan belbagai alasan,namun lain dengan ini.Aku sungguh tak bisa berkitik dengan Priaku ini.

“Jujur ya?Dia pernah bilang mencintaiku kak, dan Maaf,Aku juga  menyukainya kak!,”

Aku melihat kak Dian menghela nafasnya,mencoba menyembunyikan kekecewaanya. Dia menatapku dan tersenyum manis kepadaku.

“ Aku tau, kamu tak akan bohong padaku, kamu boleh dekat dengan siapa saja de, Boleh jadian bahkan pacaran dengan pria lain. Sungguh aku tak berhak melarang. Aku yakin kamu hanya jenuh dengan ini, sejauh-jauhnya kamu terbang, pasti akan kembali kerumahmu, sebentuk hati yang benar-benar kamu cintai dan Allah Ridhai. Dan aku berharap sebentuk hati itu adalah aku.

Aku hanya terpaku mendengarkan kalimat-kalimatnya. Ada rasa lega dan sesal di hati ini. “Lelaki sebaik ini, pantaskah aku hianati?” tanyaku dalam hati

Dek..kalo kita jodoh, gag akan kemana, tapi kalo gag jodoh, kemanapun perginya pasti Allah memberikan penggantinya” . “Satu pesanku yang harus kamu ingat dan kamu jaga ya…, Wanita yang baik, di peruntukkan kepada laki-laki yang baik, jagalah dirimu agar selalu di cap baik,bukan olehku, namun oleh Allah dek!”. “Berjanji ya, kamu akan selalu sebaik yang ku sangka!”

Benar- benar tak tahan lagi, aku meninggalkannya, dan berlinangan air mata sepanjang jalan.

“Ketahuilah kak, sesalku saat itu, masih ku ingat sampai sekarang” aku berbisik sendiri di tempat ini. Kenangan tentangmu, ingin kuhabiskan..inginku kak!

**

“Kak, met ULTAH ya, ini Martha kado Bulpoint ya,terus..ini kertas impian. Silakan tulis apa yang kakak inginkan dalam waktu dekat ini!” Aku menyodorkan sebuah Bolpoin istimewa yang ku pesan  dari temanku yang habis pulang Umroh itu kepadanya. Kak Dian menuliskan tiga kata di kertas itu. Harapanku, dia akan menuliskan untuk segera menikah denganku, tapi aku salah,aku membacanya di dalam hati “ Ingin Menemui Surga”.

“Kog Cuma ini inginnya kak?” Aku bertanya dengan nada kesal. “Kak kita udah empat tahun lho..” Aku tidak meneruskan perkataanku, berharap ia sadar apa sebenarnya yang aku inginkan.

“Kecil dimanja, remaja di suka, tua kaya raya, Mati masuk surga, hahhhahaha” Kak Dian berkata sambil tertawa ringan.

“Dek, ketika kecil aku udah yatim piatu, hanya ikut kakakku, jadi gag ada yang memanjakan, ketika dewasa, cuman kamu yang suka,itupun kalo kamu lagi gag bosen….., ketika tua nanti, aku gag yakin bisa kaya raya,Cuman Guru, mana mungkin kaya raya?”

“Terus..?”

“Nah, harapanku Cuma satu, yang lebih kekal dek, mati masuk surga, doakan saya ya…!” Canda kak Dian sambil mencubit lenganku.

“Gag lucu kak, jangan sentuh-sentuh! Gag Muhrim tau!!!” benar-benar gaya anak kecil yang kutunjukkan padanya, menjulurkan lidah dan lari-lari kecil,menjauhinya, lalu mendekat lagi.

**

Hari itu, hari Jumat, Sejak pagi Awan hitam sudah bergelantung di langit menyelimuti kotaku yang panas.Aku tak peduli dengan semua suasana ini, aku masih saja sibuk menyiapkan pakaianku dan hal-hal lain guna wisuda esok pagi. Entah mengapa, hatiku terus berdetak, dag dig dug gag karuan, sepertinya aka nada sesuatu yang terjadi, ah..jangan,, aku gag mau ada firasat buruk di otakku ini. “Emh, mungkin aku deg-degan mau wisuda, ah tapi wisuda yang pertama dulu aku baik-baik aja.Ato mungkin karna besok Kak Dian akan mendampingiku. Jangan-jangan pulang wisuda, dia ngajak aku nikah, asyik… Wisuda Status juga!” Aku menghibur hatiku sendiri, dan membayangkan hal-hal bahagia yang akan terjadi esok hari.

Ketika itu, jam dinding menunjukan pukul 10.00 siang, aku benar-benar terkejut dengan kabar yang ku dengar, , kak Dian masuk IGD. Secepat kilat aku menuju ke Rumah sakit tempat kak Dian di Rawat. “Kata dokter jantung koroner, sabar ya Ntin!” Kata Pak Usatad Jefri, tetanggaku. Aku memasuki ruangan itu, semua keluarganya berlomba memelukku, air mata ini jatuh tak terlahan lagi, aku melihatnya terdiam, dan tak bergerak sama sekali. Senyum kecil itu menghiasi wajahnya. “Kak, kak Dian, bangun!” Aku bebisik ditelinganya. “Kak,besok mau mendampingiku kan…?”, “kak,..jangan pergi,,..!” Setelah itu, aku sudah tak sadarkan diri.

Tak ada lagi tawa itu, tak ada lagi Suara Adzan yang mengagumkan hatiku, tak ada lagi..dan tak aka nada lagi, Ia pergi tuk Selamanya, meninggalkanku dan cintaku.”Kak Dian,lihatlah aku,setega ini kah kamu padaku?”, Ya Allah, mengapa Kau ambil pria baik itu dariku,mengapa secepat ini waktuku berdamping dengannya? Adakah dia tersenyum disana melihat tangisanku?, kembalikan dia ya Allah…”

Pagi itu tak seindah biasanya. Aku tak berani menatap jendela kamarku. Awan hitam lagi-lagi menghiasi pemandangan sekitar, tak hanya itu, ia juga menyelimutiku dengan segala kegundahan, kepedihan,kehilangan, ketakutan. Hujan turun perlahan, menertawakan perasaanku, dan menambah pedih di hatiku. Pertir yang menggema seakan membetakku untuk mengiklaskan semuanya…, Aku benci suasana ini, aku tak mau menemukan keadaan seperti ini.Aku tak mau sendiri,”Janganlah kau turunkah hujanMu di pagi hari,janganlah lagi….!”

Aku jadi tak berdaya setelah kepergiannya, baru aku sadari, aku benar-benar menginginkannya. Orang tuaku sangat sedih dengan keadaanku ketika itu, dan mengirimku ke rumah nenekku, di tempat yang jauh,yang di anggap akan membuatku lupa akan kisahku.

Air mata ini berlinang lagi,aku benar-benar tak kuasa menahan perasaanku. Hal yang kutakutkan benar-benar terjadi, kenangan itu membawaku kembali ke masa itu. Ku rasakan sebuah sentuhan pada lenganku, aku segera menghapus air mataku “Kak dian!” Bisikku pelan.

“Sayank, ayo pulang, aku sudah menunggumu sejak tadi!yang sudah, biarlah berlalu.. jangan di tangisi lagi. Ayo,sudah malam!” Bisik lelaki itu di telingaku.

Aku menganggukan kepala, dan meraih tangannya.Aku mengikuti langkahnya menuju gerbang keluar Masjid, Ia menggenggam tanganku,seakan sudah menebak apa yang terjadi padaku. Aku menoleh kebelakang, dan kulihat Senyum kak Dian disana, aku membalas senyum itu, dan mencoba memperlihatkan padanya ” Inilah dia masa depanku, kebahagiaanku,dan Kehidupanku.SUAMIKU. Dialah dokter yang bersusah payah menyembuhkanku dari rasa kehilangan yang membekas, Dialah kini malaikat untukku,Yang Tuhan kirimkan sebagai teman hidupku, yang mungkin Tuhan pilihkan sesuai dengan kebaikanku.”. “Kamu benar kak, Wanita yang baik, pasti akan mendapatkan lelaki yang terbaik!” Aku membalas genggaman suamiku dengan hangat, dan tersenyum manis untuknya. Sekali lagi, kulihat lambaian tangannya, dan senyum bahagia di bibirnya,perlahan…bayangan itu pun hilang,menutup segala kenangan.

Cinta kan Berpulang Padamu

Sunyi berbunyi, sepi menepi

Lara termakan bara…

Sendiri diriku dimakan haru

Luka duka telah kupaksa terlupa dari hati..

Rinduku kian berat menyapa,

Bergelut perasaan dengan air mata..

Kalori di dalam diri entah menguap kemana

Terdiam, terhuyung..

Betapa nista..

Namun diri tetap kukuh, teguh

Menanti Cinta nan jau disana

Dan surut hatiku pun mulai rapuh..

Tak tahu kemana kini,, rinduku akan berlabuh

 

20 Noph 2008/ to Kakandha

 

Yukha tak juga bangkit dari tempat tidurnya, padahal jelas–jelas jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul tujuh. Sebenarnya, bukan tanpa alasan jika anak gadis Pak Sungkono ini menjadi malas–malasan pagi ini. Semalam dia tidak bisa tidur dengan pulas, fikirannya tak tenang, ada rasa gundah, sesal, takut, dan otaknya selalu flashback pada kenangan–kenangan indah yang ia lalui beberapa bulan ini.”Kenapa harus takut dengan kenangan itu Yukha?” . kalau ditanya seperti itu, ia pun tak tau harus menjawab apa. “kenangan yang seharusnya tak pernah ada dalam kehidupannya. Ini bukan salah siapa–siapa, ini hanya tahap hidup, yang memang harus ia lalui” . Tapi, ah, Angin kencang yang super dingin malam itu juga mampu menerobos tembok kamarnya, sehingga susah sekali rasanya ia untuk bangkit.

“Yukha…, bangun!!!” suara Ibu Yukha,mulai mengusik telinga Yukha.

Mau tidak mau,ia harus menyaksikan pagi yang tak bercahaya itu.

“ Iya Bun, Yukha dah bangun kog!”

“Ya udah, cepet mandi, ntar kalo kamu punya suami, jangan males kaya gini ya!” Kata Ibu Yukha,sambil berlalu meninggalkan kamar Yukha.

Yukha membuka jendela kamarnya. Dadanya sesak melihat keadaan sekelilingnya, yang masih gelap tertutup mendung dan rintik hujan yang enggan berhenti.

 

pagi disini menangis,,

tak seindah biasa..

semalam pun tanpa bintang

sang Ratu malam,, tak berani keluar dari pingitan

saat ini,, mentari benar – benar mengalah dengan pagi

ia tak ingin menggagu rintik hujan yang sedang berlomba – lomba untuk menyerbu Duniaku

satu yang pasti dan masih tersisa..

Namamu di hati, wahai Paduka”

 

 

“Honey, bagaimana jika kamu benar – benar sayang aku, dan tidak bisa melepaskan perasaanmu?” Tanya Abi pada Yukha.

Ombak di pantai Karang Bolong, yang cukup lincah membelai kasar kaki Yukha, seperti pertanyaan Abi yang ia dengar ketika itu.

“Kamu minta jawaban apa Bi?” Yukha menatap Abi lekat–lekat.

Laki–laki yang ia kenal sejak tiga tahun lalu, yang selalu menemaninya dikehidupan mayanya, kini tengah menatapnya penuh arti di hadapan nyata. Tak pernah terbesit oleh Yukha bisa menatap lembut mata teduh Abi. Laki–laki yang selama ini hanya mampu ia temuni di Web Cam, mendengar suaranya lewat ponselnya, atau menemani chating Yukha hingga dini hari. Iya laki–laki itu, Abi namanya. Jauh–jauh dari Magelang, ke Serang hanya untuk bertemu dengan kekasi khayalannya, Yukha Karindra. Yukha terlampau terbiasa dengan Abi begitu juga sebaliknya.

“Yukha, aku sayang sama kamu. Kita udah kenal tiga tahun Kha, tapi sebulan yang lalu aku baru bisa ungkapin perasaanku ke kamu, dan kamu juga baru jujur ma aku saat itu.Dan….”

Abi menghentikan kata–katanya. Ia meraih ranting kecil yang terayun–ayun terhempas Ombak. Menggenggamnya, lalu mengaiskannya di atas pasir yang terhampar luas. Goresan hati membingkai jelas guratan-guratan namanya dan Yukha.

“Dan apa Bi?” Yukha menghampirinya, lalu memberanikan diri untuk memegang tangan Abi. Ia tidak peduli dengan wisatawan yang lain, yang berlarian kesana–kesini bermain air atau sekedar berfoto. Ia benar – benar ingin total menikmati hari ini dengan orang yang di sayanginya, orang yang benar – benar bisa ia cintai 100%, walaupun hanya berawal dari dunia Maya.

“ Dan terlambat kan?” Tanya Abi pelan.

“Apakah ada kata terlambat untuk menyayangi Bi?”

“Tapi kamu, aku..?. Kita sudah sama – sama udah tunangan Kha!”

Yukha kembali menatap Abi, ia melepaskan genggaman tangan Abi.

“Iya Bi, aku harus sadar. Tidak boleh ada yang terluka karena kita kan?”

“Yukha, apa kamu juga sangan mencintainya?”

“Aku…aku tidak bisa menjawab sekarang Bi!”

“Kalo kita masih sama – sama sendiri, kamu mau sama aku?”Tanya Abi sambil tersenyum kecil pada Yukha.

Yukha membalas senyum itu,

“Ogah!!!” Jawab Yukha, sambil menjulurkan lidah. Ia berjongkok sebentar, dan menyibakkan air, ia arahkan pada Abi.

“Yukha.. kamu,ih….!!” Abi berteriak sambil tertawa kecil, lalu berlari mengejar Yukha yang berlari menjauh. Main kejar – kejaran ala anak SMA yang baru jadian, itulah yang Abi dan Yuka rasakan saat itu. Mereka bergandeng tangan, duduk berdua di tepi pantai, minum kelapa muda bersama, naik banana Boat bersama dan menikmati indahnya pertemuan terakhir mereka di hari itu.

Mereka pun akhirnya terpisah untuk menuju ke kota masing – masing.

“Thanks ya Bi, aku tidak pernah mengalami masa – masa indah ini sebelumnya!” Ucap Yukha pada Abi sebelum ia menaiki Bus tujuan Cirebon.

“Sama – sama, kalo boleh jujur, dia juga tidak pernah menemaniku seperti ini Han”

“Bi,, seandainya..” Yukha menhentikan ucapannya.

“Seandainya, kita memutuskan untuk bersama kamu mau Han?” Tanya Abi melanjutkan pertanyaan Yukha

“Ngga bisa Bi, Ade terlalu baik untuk di jahati, begitu juga Mbak Immy mu itu”

“Kamu benar Han, tapi, aku sayangnya ma kamu, Honey ku!”

“Ya, aku juga merasa seperti itu, tapi tenang aja bi, kita akan melupakan ini,cinta ini, seiring berjalannya waktu.”

“Nggak, nggak boleh Han!, kamu mau melupakan aku?kamu akan berhenti menyayangiku?”

“Bi, aku boleh request satu hal ke kamu!”

“Apa?”

“Kamu bisa datang ke pernikahanku?”

“Bulan depan ya?”

“Hm…!”

“Apa kamu bisa mendatangi pernikahan orang yang kamu sayang Han?”Tanya Abi,sambil menatap kedua mata Yukha yang sudah mulai basah itu.

Yukha menggelengkan kepalanya dan ia menggenggam tangan Abi lagi.

“Bi, ini tidak teakhir kita ketemu kan?”

“Semoga begitu Hany, em… Hany kalo aku bisa kembali ke masa lalu, aku ingin kita bertemu lebih awal, dan kamu memilih aku dulu, dari pada Ade!”

Yukha tersenyum, dan mengeratkan pegangan tangannya ke Abi.

Bus sudah mulai bergerak. Yukha melambaikan tangannya pada Abi dan melihatnya berdiri di tempat yang tadi, jauh, semakin jauh, hingga akhirnya benar – benar tak terlihat lagi.

 

 

“ cHAyankq, Miss U” Yukha membaca SMS dari Ade yang baru saja masuk ke ponselnya. Yukha segera membalasnya dengan agak malas. “Miss U too dha, tinggal 2 Minggu?” balas SMS Yukha

“Hem.. gag sabar ya jadi Nyonya Ade ? aku ke rumah Minggu depan, kalo mama papa pas hari H aja,Undangan beres kan?”

“ Siip, all is well! “ jawab Yukha singkat.

Terbayang lagi kata – kata menikah di benak Yukha. Apa benar – benar ia akan menikah dengan Ade, mengapa rasa cinta untuk Ade sudah tidak ada. Rasa itu sudah menguap entah kemana, atau sesungguhnya Yukha baru sadar bahwa selama ini, ia hanya kagum dengan Ade? Yukha bertanya – Tanya sendiri pada hatinya. “Ingat Yukha, orang tuamu sangat menyukai Ade, bukankah kamu juga sangat mencintainya?” Yukha bertanya pada dirinya sendiri.

“ benarkah itu cinta? Atau…. Apa? Kalau itu Cinta, lalu apa nama perasaan yang indah yang kamu persembahkan pada Abi?” Yukha benar – benar risau dengan pertanyaan – pertanyaan yang ia lontarkan pada hatinya sendiri. Ia mencoba flashback ke masa – masa awal pertemuannya dengan Ade dulu, ketika Ade magang di salah satu Perusahaan Perminyakan yang berada di kotanya, tanpa sengaja ia bertemu, tidak berapa lama akrab, lalu Ade langsung melamarnya, sebelum Ia kembali ke Palembang. Setelah itu, jarang sekali Ade berkunjung ke Cirebon, seringnya Mereka hanya bertelfonan, SMS-an, atau Yukha yang di undangnya ke Palembang untuk menghadiri acara keluarga, dan.. Itupun tidak berlama – lama, karena orang tua Yukha, tidak terlalu suka jika anaknya menginap di Palembang lebih dari sehari. Yukha tersenyum kecil, mengingat kisahnya dengan Ade. “Apa mungkin dulu aku terlalu terburu mnegiyakan Ade ya?” Tanya nya lagi pada dirinya sendiri.

 

“ I love you,hu I love you….”Terdengar alunan lagu OST Film korea My Fair Lady yang berasal dari Hp nya.

“Hallo, Abi, ada apa?” Tanya Yukha pada Abi di telfon.

“Kamu gag kangen ma aku?” Tanya Abi yang seakan akan mengharuskan jawaban Iya dari mulut Yukha.

“Kangen Bi, kamu apakbar hari ini?”

“Tadi pagi disini mendung Han, hujan gerimis, aku ingat di Cirebon sana, ada gadisku yang sangat benci dengan cuaca ini.”

“ Bi….kamu tau, disini juga hujan Bi, tadi pagi sampe gag pengin bangun!”

Yukha sangat terhibur dengan suara Abi, rasanya tidak ada lelahnya Yukha tersenyum dan tertawa mendengar suara Abi di jauh sana. Satu yang pasti, yang telah Yukha rasakan, Yukha sangat nyaman bersama Abi. Laki – laki itu sungguh pandai menguasai fikiran dan suasana hati Yukha.

 

 

“Yukha,sampai kapan kamu bisa menemaniku seperti ini?” Tanya Abi kepada Yukha.

Gadis cantik itu duduk di batu kecil, sambil menikmati indahnya pemandangan di Gunung Ungaran Candi Songo, Semarang. Ia tersenyum kecil pada Abi, “Abi, menurutmu, mengapa aku bisa sayang ma kamu?” Tanya Yukha pada laki – laki berjamper hitam itu. Abi yang dipandanginya hanya mengangkat bahunya dan bergeleng kepalanya. “Abi, Delapan hari lagi aku akan menikah, dan aku masih bisa – bisanya menyetujui ajakanmu untuk pergi di tempat ini, aku ini kenapa begini Bi?” Yukha bertanya lagi pada Abi. Ia menatap ke langit luas, dan memperhatikan setiap gerak awan putih yang membentuk panorama keindahan dunia.

“Yukha, kamu sayang aku, aku sayang kamu, apa rasa sayang itu salah. Menurut ku yang namanya Sayang, Cinta itu gag harus memiliki kog, gak harus berhubungan fisik, kamu simpan di hati saja sudah cukup bagiku Yukh!”

“Abi, ini pertemuan terakhir kita! Aku harus segera melupakan mu Bi. Ini yang terakhir!”

Yukha mulai menitikan air mata

“Please Yukh, don’t Cry! Jangan kamu menangis didepanku Yukh!”

Yukha menganggukan kepala. Ia berdiri dan mendekat lalu memeluk Abi erat.

“Love You Bi, Iam sorry , I must Losing you from my Live!”

Abi membalas pelukan itu, dan mengusap rambut Yukha.

“Love You too Honey ku, lupakan aku, gag papa, asal kamu jangan pernah menangis ya!”

Yukha melepaskan pelukan Abi,ia menarik panjang nafasnya, lalu menghembuskannya perlahan, seiring dengan membuang pelan – pelan perasaanya ke Abi.

“Abi, datang ke pernikahanku ya, ajak tunanganmu, dan bulan depan aku akan datang ke pernikahanmu!”

“Aku gag bisa Yukh!”

“Kalo kamu menyayangiku, kamu akan turut mendoakan aku Bi, tapi kalo sekiranya dalam hari – hari ini, kamu sudah bisa melupakan aku, Its Oke, kamu gag usah hubungi aku,kamu gag usah datang ke pernikahanku. Dengan begitu, kamu juga telah membantuku untuk melupakanmu.” Yukha menatap Abi dengan senyum yang jelas dibuat – buat.

“Itu Ultimatum Yukh, siksaan!!”

“Datang Bi, bawa aku lari!” Ucap Yukha dengan tatapan wajah penuh keseriusan.

Abi tersenyum dan mengecup kening Yukha. Satu kecupan yang belum pernah ia dapatkan dari laki – laki manapun.

 

Yukha segera pulang, Ia menuju stasiun Tawang, lalu naik Gumarang dan menuju ke Cirebon. Berat sekali Yukha meninggalkan hari ini, hari yang sepertinya akhir dari kisahnya denganAbi. Yang tak kalah berat adalah barang belanjaannya, Bawa Baju kebaya buat Ijab nanti, Hijau warnanya, Abi yang pilihin. Beli Souvenir dari Bring harjo,, Abi juga yang pilihin.

 

“Satu Hari melupakanmu!” Target itu Yukha ukir dalam – dalam di hatinya.

Langkah pertama pagi ini.Yukha mengambil Hp nya, pilih menu kontak, lalu ia panggil nama “Cintaq AD”.

Yukha mencoba meyakinkan dirinya, bahwa ia hanya mencintai Ade seorang.Gag yang lain! Abi hanya selingan di titik jenuhnya. “Udha nyampe mana? Udah menuju Cirebon belum?” Tanya Yukha dengan penuh semangat.

“Tenang yank, aku baru siap – siap nich, baju – bajuku banyak nich yang aku bawa, ntar Magrib, mungkin dah nyampe!”

 

Yukha, menjatuhkan tubuhnya ke sofa Hijau yang terletak di sudut kamarnya. Ia melihat Hpnya sekali lagi. “kenapa Abi gag nelpon ya, Tumben!” Ucap Yukha dalam Hati. “Yukha, Ingat, Abi sudah ingin melupakanmu juga. Ayo Yukh, lupakan dia, Ade lah pangeranmu, Bukan Abi” Teriak Cermin diri Yukha pada hatinya.

 

Langkah ke dua, Yukha membuka net booknya, lalu melihat – lihat FB nya, kebetulan ada Dita yang lagi OL,Dita adalah cowok yang ngejar – ngejar Yukha, walaupun tau kalo Yukha sudah bertunangan, namun Dita tetap berbual – bual terhadap Yukha.

Yukha mencoba meyakinkan diri, bahwa Abi sebenarnya hampir sama dengan Dita, mungkin sedikit bedanya Yukha sudah berteman maya dengan Abi empat tahu, tapi kalo Ade baru empat bulan. Disapanya Dita lewat Video Call,, Dita terlihat begitu senang bertemu dengan Yukha, seperti biasa, Dita langsung meluncurkan rayuan – rayuan maut untuk Yukha. Perempuan mana sich yang tidak suka di sanjung dan di rayu. Yukha lumayan terhibur dengan Kalimat – kalimat Ditha, dan mencoba menyimpulkan bahwa perasaannya dengan Abi, mungkin sama dengan yang di rasakan pada Dita. “Hanya pelampiasan” Bisik Yukha pada dirinya sendiri.

 

Yukha beranjak dari kamarnya.Meninggalkan Dita yang masih riang di netbooknya. Yukha ingin mencoba langkah selanjutnya untuk melupakan Abi. Yup.. Shoping,Sudah lama sekali Yukha gag main ke Grage Mall. Ia tancap matic nya menuju ke Grage.

Naik Turun escalator, gag tau mau beli apa, mondar – mandir gag jelas. Yukha menuju pintu keluar Mall, tanpa barang belanjaan apapun. “ Huff.. lumayan capek!” Gerutunya pada dirinya sendiri. Dia tersenyum puas, pada dirinya sendiri. “Yes… Go to the reality Yukh!” teriaknya dalam hati. “ Bye Abi,, I will Forget all about You, I’m Promise!!”. Sepanjang perjalanan Yukha tersenyum – senyum, menghibur hatinya, yang tak bisa berdusta, bahwa masih ada Abi disana.

 

Yukha, menghentikan Maticnya di sebuah Bank BUMN, yang merupakan tempat kerjanya.

“Yukha,, elu udah cuti, ngapain lu kesini?” Sambut Dewi teman sekantornya.

“Gag betah,,dirumah sepi, gag ada kalian yang rame!”

“Hem,, wajahmu kog murung gitu, senyumnya palsu ah, mau nikah kog gitu, kumaha atuh?”

“ hem,, Wi, kamu inget Abi yang aku ceritakan ma kamu dulu?”

“Hem.. Iye, inget kenapa?”

“Aq dah jalan ma dia, jadian ma dia, n sempet sayang ma dia!”

“Nah lo,,,, kena virus cinta tu, ketularan gue!”

“ Aq kan dah punya Ade wi, terus gimana donk ma perasaan ku ini?”

“ Dengar Yukh,itu Cuma sesaat aja. Kalo di awal – awal gini,, lu bakal ngerasa bahagia banget ma si doi, pengennya dia selalu ada, selalu ngubungin kamu, pokoknya nikmatin aja deh Yukh, ntar seiringnya waktu, Virusnya juga bakal mati sendiri! Santai bu,,, atimu akan kembali ke Ade kog!”

Yukha sedikit lega mendengar penjelasan sahabatnya yang sangat berpengalaman dalam hal percintaan itu. Mungkin benar, kesimpulan yang Ia buat, Abi hanya selingan yang dikirim Tuhan, untuk membuatnya terlena dari Ade.

 

Jarum kecil jam dinding di ruangan Yukha menunjukan angka lima, Yukha menatap sinar mentari yang masih Nampak dari kaca ruangannya. Dewi yang sejak tadi memberekan laporanyya tampak cuek dengan kegelisahan Yukha. Kalau Yukha boleh jujur, yang ia rasakan saat ini, ia belum ingin pulang, Ia belum ingin bertemu Malam. terdengar suara Hp Yukha berbunyi. Yukha tersentak dari lamunannya. Ia melihat tulisan di layar ponselnya,”Mas Enda” Bisiknya pelan.

“Hoe,, adek po kabarnyo?” sapa mas Enda, dengan nada berteriak.

Yukha langsung tersenyum menanggapi sikap kakak angkatnya itu. Memang cukup jarang sang kakak angkat yang bekerja sebagai polisi di Medan itu menghubunginya, apalagi setelah beliau menikah, semankin jarang lah Yukha mendapat hiburan gratis dari kakak nya itu.

“Mas Enda, aku kangen. Aku ada masalah mas….!”

Yukha menceritakan masalah perasaannya pada Kakak angkatnya itu. Bukannya di nasehatin, Mas Enda malah ketawa ngakak dengar pengakuan dan cerita dari Yukha.

“Kamu tu Gendeng dek, udah tau Minggu depan mau nikah, pake acara selingkuh lagi,untung aku bukan cowokmu ya?, kalo aku jadi cowokmu Tak Pegat kamu! Wakakkakakakakkka”

“Mas Enda, gitu ih! Aku serius mas!”

“Wong Edan kamu dek!, udah lupain aja, buat Happy Hapy yuk, ni mas setelin music, dengerin ya!”

Yukha menempelkan erat Hpnya ke telinganya, mencoba mendengarkan apa yang Mas Enda puterin untuknya. Yukha langsung terbahak ketika mendengar lagu dangdut “ Masih terngiang di telingaku.. bisik cintamu”

Lagunya Ikke Nurjanah, Versi dangdut koplo.

“Ayo,, goyang dek..” teriak mas Enda di jauh sana.

Yukha mengikuti irama lagunya, dan mencoba ikut bernyanyi bersama kakaknya. Tertawa,menyanyi, tertawa lalu menyanyi lagi, hingga Yukha benar – benar lupa akan Abi.

 

Dia pulang ke rumah dengan wajah yang lebih bebinar.

“Ibun, Ade dah datang?” tanya Yukha pada ibunya

“Udah tuh lagi mandi, kamu gag jemput malah klayapan ajah!”

“Huf,, sorry Bun, mumpung masih belum di larang, hehehhehe!”

 

Yukha masuk ke kamarnya, dan melihat setumpuk barang – barang Ade yang tergeletak di sudut kamarnya. Ia melihat di meja riasnya ada bingkisan bunga warna merah merekah, di hampirinya bunga hias itu, lalu di ciumnya perlahan. “Kamu suka kan bunga nya?” Tanya Ade yang tiba – tiba ada di sebelah Yukha.

“Ampun deh,,, kamu kaya hantu Yank!” Ucap Yukha sambil menatap wajah Ade.

Entah mengapa Yukha merasa jatuh cinta lagi pada Ade, ia memeluknya erat, seakan – akan tidak ingin di tinggal lagi. Sesaat kemudian, Yukha mencium bau tubuh Ade,  parfum yang Ade gunakan, sama persis dengan aroma Abi. “Abi, kamu dimana? Akankah benar – benar kamu melupakanku? Oke, aku juga akan melupakanmu!” Bisik Yukha dalam hati.

 

Malam harinya Yukha menemani Ade menonton  bola, calon suaminya itu sangat gemar menonton bola, apalagi musim piala eropa seperti ini, gag tidur semalaman pun gag jadi masalah untuknya. Lagian, kalopun gag ada bola, Ade juga tetep harus tidur di ruang TV. Ia selalu ingat pesan Ibunda Yukha pada nya. “Biarkan indah pada waktunya nak, jagalah Yukha selalu!”

Jadi ia tak mau tidur di kamar Yukha, karena takut akan terjadi hal – hal yang di inginkan. Dengan wajah yang sayu, Yukha masih melek di sisi Ade hingga tanpa terasa ia pulas tertidur di pangkuan tunangannya itu.

**

Pakaian adat Jawa barat, warna HijauDaun itu menambah gagah sang pengantin laki – laki.Hidungnya yang mancung dan senyumnya yang manis, pasti akan membuat iri setiap perempuan yang hadir di pesta pernikahan itu. Yukha melihat dirinya di depan cermin sekali lagi. Gaun Kebaya nya yang senada dengan sang laki – laki membuatnya Nampak lebih cantik dari biasanya. Ia menuju ke parah sang lelaki, tangannya di genggam erat “Sayank, siap kan jadi istriku?” Tanya Ade pada Yukha. Yukha hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum manis pada Ade. Para tamu undangan yang hadir tidak berkedip saat kedua mempelai itu memasuki ruang Akad.

 

“Yukha, jangan Yukh..aku mencintaimu!” Teriak seorang laki – laki, yang suaranya sangat Yukha kenali.

Yukha langsung berdiri dan menoleh asal suara tersebut. Para tamu undangan dan Ade pun tak mau kalah cepat untuk menengok ke arah sumber suara tersebut.

“Abi?” bisik Yukha pelan.

“Yukha segera berlari menghampiri Abi, tak elak lagi, seminggu tak mendengar suaranya, tak melihatnya, tak mengetahui kabarnya, Yukha sangat merindukan lelaki itu. “ Yukha, kamu gag cinta sama dia, kamu minta aku untuk bawa kamu kan?, Aku tepati itu Yukh!” Ucap Abi pada Yukha

Ayah Yukha yang berpakaian rapi, langsung menyeret tangan Abi, dan membawanya keluar ruangan.” Kamu Gila, pergi dari sini!” bentak ayah Yukha pada Abi,dengan nada yang penuh emosi.  Yukha mulai lemas, ia menengok ke arah Ade, Ia melihat tatapan Ade yang tampak kebingungan. “Maafin aku De!” bisik Yukha pelan, lalu berlari menyusul Abi.., tamu undangan yang hadir langsung heboh berbisik satu sama lain, Ade pun segera mengejar ke arah Yukha.

“Yukha mau kemana kamu?” Bentak ayah Yukha.

“Yah, Yukha sayang ma Abi yah, Yukha sayangnya sama Abi yah!” teriak Yukha sambil menangis dan menggenggam tangan Abi, lalu segera menyeret tangan kekar itu lari dari hadapan Ayahnya. “Yukha, kita pergi dari sini!” Ucap Abi pada Yukha, mereka menuju jalan raya dan mencari –  cari kendaraan yang bisa membawa mereka pergi.

“Yukhaaaaaaaaa….” Teriak Ade dari sebrang jalan,

Yukha menengok ke arah Ade, sebenarnya ia tak tega melihat lelaki itu, lelaki yang akan menikahinya itu berteriak – teriak memanggil namanya, tanpa ia pedulikan.

Ade terus mengejar mereka,dan ketika hampir saja mendekati arah Yukha dan Abi, tiba – tiba dari arah berlawanan, terlihat oleh Yukha sebuah mini bus yang melaju kencang, dan ia sadar apa yang akan segera terjadi, “ Sitttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt,,,,,,,,,,,,,,, Pyakkkkkkkkk, Brak!!!”

Yukha tak sanggup lagi untuk menjerit, seluruh badannya lemas tak Berdaya. Samar – samar dilihatnya Abi yang mulai lari, menjauh, jauh, dan semakin tak terlihat.

Orang – orang di sekitar mulai mengerumuni mereka. Sesaat kemudian ia mengumpulkan energinya, dan mencoba untuk berteriak dan menangis histeris,,”Adeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee,, jangan pergi De,, aku gag mau kehilangan kamu!!” “Adeeeeeeeeeeeeeeeee… bangun!!! Bangun!!”

Yukha mengguncang – guncang tubuh Ade yang berlumuran darah, di peluknya tubuh lelaki itu, ia sudah tidak mersakan denyutan nadinya lagi. “Ade…., jangan tinggalin aku De!!” Yukha berteriak – teriak pilu, orang – orang di sekitarnya hanya bisa melihatnya saja. Airmatanya mengalir, dan sudah tak terhitung lagi banyaknya. “Jangan pergi De…, jangan tinggalin aku de!”

 

Tangis itupun menjadi isakan yang pilu, Yukha tak sadar lagi.

“Yukha,, sayang.. bangun!!”

“Yukha,,,!” laki – laki di sisinya itu mngecup keningnya, dan menggenggam tangannya.

Yukha mulai membuka matanya, nafasnya masih tersenggal – senggal,, sambil terisak – isak.

Ia melihat lelaki di sisinya, dan segera memeluknya erat – erat.

“ Kamu kenapa sayang?” Tanya Ade dengan tatapan yang bingung

“Jangan tinggalin aku De!” teriak Yukha sambil memukul mukul punggung Ade.

Ade masih bingung akan tunangannya itu.

“Sayang mimpiin aku ya? Mimpi buruk ya? Makanya kalo udah pagi tu bangun, jangan males ya sayank!” Ucap Ade sambil mengusap rambut Yukha.

“Aku sayang banget ma kamu De!” Ucap Yukha sambil mengencangkan pelukanya pada Ade,

Yukha benar – benar sadar bahwa ia tidak bisa kehilangan Ade, meskipun ia tidak tau seberapa besar cintanya pada Ade, namun ia sudah terlanjur Biasa ada Ade di sisinya, ada Ade yang menemani saat – saat ia butuh teman,Biasa ada Ade yang mencintainya,dan tidak biasa tanpa Ade,  hm… Walaupun cintanya mungkin terbang kemana – mana, tapi satu hal yang pasti dan selalu Yukha yakini, “Cinta itu akan berpulang pada Ade.”

 

 

 

 

……………………………The End………………….

“dian diam dalam menunngumu”